Home

Senin, 28 Mei 2012

TEMPAT WANITA

Peran wanita dalam berbangsa dan bernegara sangat penting. Menjadi istri dan ibu rumah tangga adalah kodrat dan impian seorang wanita. Tetapi menjadi ibu tidaklah berarti menghentikan peran wanita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sama seperti kaum lelaki, kodrat wanita secara intrinsik dibekali potensi rohaniah untuk mencintai kebenaran. Karena itu, Islam mewajibkan kaum wanita mencari ilmu agar memiliki pengetahuan yang luas serta mampu melakukan penyelidikan-penyelidikan agar menemukan kebenaran.

Fungsi wanita sebagai ibu dalam rumah tangga tidak boleh menjauhkan mereka dari dunia keilmuan. Sebab, dalam masyarakat wanita juga berfungsi sebagai “Imadul-Bilad” yaitu Tiang Negara atau Pilar bangsa. Karena itu menjauhkan mereka dari dunia keilmuan hanya akan menghasilkan anak-anak yang rapuh dari segi pendidikan. Kita harus mendorong wanita Indonesia dalam semua posisinya, tetap dengan ilmu pengetahuan agar mereka lebih berdaya dalam mendidik generasi mendatang menjadi generasi yang  terbaik di masanya.

Negara, melalui peraturan dan perundang-undangannya telah membebaskan wanita Indonesia untuk berpikir dan bersikap. Kaum wanita memperoleh kebebasan menjadi diri-sendiri sesuai dengan batas-batas kewajaran budaya dan peradaban. Dari segi ini, isu pembebasan wanita dari segi Idiil bukan lagi menjadi soal bagi kaum wanita.

Justru soal yang kita hadapi ini adalah perkembangan budaya itu sendiri dalam memandang eksistensi dan peranan kaum wanita. Di samping persoalan yang terkait dengan kualitas kaum wanita itu sendiri, iklim sosial budaya memang belum sepenuhnya mendukung pembangunan peran wanita.

Kenyataan memang menunjukkan adanya kelompok bangsa yang masih melestarikan budaya tradisional yaitu masyarakat yang menstereotipkan wanita sebagai makhluk yang harus serba menurut, “tiang wingking” dalam bahasa jawa. Masyarakat seperti ini tidak membayangkan bahwa wanita adalah sama berharganya dengan kaum pria. Tidak sedikit masyarakat yang mengabsahkan pandangan ini dengan menginterpretasikan dalil-dalil agama. Tentu saja yang disalahpahami dan disalahgunakan.

Di pihak lain ada pandangan yang kelewat maju, yaitu yang terjebak ke dalam pola-pola yang dipraktikkan wanita-wanita yang kehilangan kekhasan budaya bangsa. Kelompok ini mencoba menampilkan makna kemajuan itu hanya melalui kulit luar modernitas, seperti dalam berpakaian maupun dalam pola pergaulannya yang bebas. Akhirnya pembebasan wanita yang hakiki tak tercipta, melainkan justru terjebak pada jenis perbudakan baru yang bisa saja kita sebut dalam bahasa agama “kejahiliyahan modern”.

Jadi, persoalannya adalah bagaimana pembebasan yang dilakukan itu bisa membawa wanita Indonesia lebih berharkat secara budaya maupun kemasyarakatan. Ini berarti kewajiban belum berakhir untuk menunjukkan dengan tepat di mana tempat wanita Indonesia, yaitu sebagai pilar bangsa demi tegaknya kehidupan yang lebih bermoral.

Nara Sumber : Dra. Hj. Tutty Alawiyah AS "Setetes Hikmah".

Tidak ada komentar: