Home

Minggu, 27 November 2011

Antara Sabar dan Mengeluh

Pada zaman dahulu ada seorang yang bernama Abul Hassan yang pergi haji di Baitul Haram. Diwaktu tawaf tiba-tiba ia melihat seorang wanita yang bersinar dan berseri wajahnya.
"Demi Allah, belum pernah aku melihat wajah secantik dan secerah wanita itu,tidak lain kerana itu pasti kerana tidak pernah risau dan bersedih hati."
Tiba-tiba wanita itu mendengar ucapan Abul Hassan lalu ia bertanya, "Apakah katamu hai saudaraku ? Demi Allah aku tetap terbelenggu oleh perasaan dukacita dan luka hati kerana risau, dan seorang pun yang menyekutuinya aku dalam hal ini."

Abu Hassan bertanya, "Bagaimana hal yang merisaukanmu ?"
Wanita itu menjawab, "Pada suatu hari ketika suamiku sedang menyembelih kambing korban, dan aku mempunyai dua orang anak yang sudah boleh bermain dan yang satu masih menyusui, dan ketika aku bangun untuk membuat makanan, tiba-tiba anakku yang agak besar berkata pada adiknya, "Hai adikku, sukakah aku tunjukkan padamu bagaimana ayah menyembelih kambing ?"
Jawab adiknya, "Baiklah kalau begitu ?"

Lalu disuruh adiknya baring dan disembelihkannya leher adiknya itu. Kemudian dia merasa ketakutan setelah melihat darah memancut keluar dan lari ke bukit yang mana di sana ia dimakan oleh serigala, lalu ayahnya pergi mencari anaknya itu sehingga mati kehausan dan ketika aku letakkan bayiku untuk keluar mencari suamiku, tiba-tiba bayiku merangkak menuju ke periuk yang berisi air panas, ditariknya periuk tersebut dan tumpahlah air panas terkena ke badannya habis melecur kulit badannya. Berita ini terdengar kepada anakku yang telah berkahwin dan tinggal di daerah lain, maka ia jatuh pengsan hingga sampai menuju ajalnya. Dan kini aku tinggal sebatang kara di antara mereka semua."

Lalu Abul Hassan bertanya, "Bagaimanakah kesabaranmu menghadapi semua musibah yang sangat hebat itu ?"
Wanita itu menjawab, "Tiada seorang pun yang dapat membedakan antara sabar dengan mengeluh melainkan ia menemukan di antara keduanya ada jalan yang berbeda. Adapun sabar dengan memperbaiki yang lahir, maka hal itu baik dan terpuji akibatnya. Dan adapun mengeluh, maka orangnya tidak mendapat ganti yakni sia-sia belaka."
Demikianlah cerita di atas, satu cerita yang dapat dijadikan tauladan di mana kesabaran sangat digalakkan oleh agama dan harus dimiliki oleh setiap orang yang mengaku beriman kepada Allah dalam setiap terkena musibah dan dugaan dari Allah. Kerana itu Rasulullah s.a.w bersabda dalam firman Allah dalam sebuah hadith Qudsi,:
" Tidak ada balasan bagi hamba-Ku yang Mukmin, jika Aku ambil keksaihnya dari ahli dunia kemudian ia sabar, melainkan syurga baginya."

Begitu juga mengeluh. Perbuatan ini sangat dikutuk oleh agama dan hukumnya haram. Kerana itu Rasulullah s.a.w bersabda,:
" Tiga macam daripada tanda kekafiran terhadap Allah, merobek baju, mengeluh dan menghina nasab orang."
Dan sabdanya pula, " Mengeluh itu termasuk kebiasaan Jahiliyyah, dan orang yang mengeluh, jika ia mati sebelum taubat, maka Allah akan memotongnya bagi pakaian dari uap api neraka." (Riwayat oleh Imam Majah)
Semoga kita dijadikan sebagai hamba Tuhan yang sabar dalam menghadapi segala musibah.

Seorang Anak Membangkang Perintah Ayahnya

Ketika Rasulullah S.A.W memanggil kaum Muslimin yang mampu berperang untuk terjun ke gelanggang perang Badar, terjadi dialog menarik antara Saad bin Khaitsamah dengan ayahnya yakni Khaitsamah. Dalam masa-masa itu panggilan seperti itu tidak terlalu menghairankan. Kaum Muslimin sudah tidak merasa asing bila dipanggil untuk membela agama Allah dan jihad fisabilillah. Sebab itu Khaitsamah berkata kepada anaknya, "Wahai anakku, aku akan keluar untuk berperang dan kau tinggal di rumah menjaga wanita dan anak-anak."

"Wahai ayahku, demi Allah janganlah berbuat seperti itu, kerana keinginanku untuk memerangi mereka lebih besar daripada keinginanmu. Engkau telah berkepentingan untuk tinggal di rumah, maka izinkanlah aku keluar dan tinggallah engkau di sini, wahai ayahku."

Khaitsamah marah dan berkata kepada anaknya, "Kau membangkang dan tidak mentaati perintahku."

Saad menjawab, "Allah mewajibkan aku berjihad dan Rasulullah memanggilku untuk berangkat berperang. Sedangkan engkau meminta sesuatu yang lain padaku, sehingga bagaimana engkau rela melihat aku taat padamu tetapi aku menentang Allah dan Rasulullah."

Maka Khaitsamah berkata, "Wahai anakku, apabila ada antara kita harus ada yang berangkat satu orang baik kau mahupun aku, maka dahulukan aku untuk berangkat."

Saad menjawab, " Demi Allah wahai ayahku, kalau bukan masalah syurga, maka aku akan mendahulukanmu."
Khaitsamah tidak rela kecuali melalui undian antara dia dan anaknya sehingga terasa lebih adil. Hasil undian menunjukkan bahawa Saadlah yang harus turun ke medan perang. Dia pun turun ke medan Badar dan mati syahid.

Setelah itu Khaitsamah berangkat menuju medan pertempuran. Tetapi Rasulullah tidak mengizinkannya. Hanya sahaja Rasulullah akhirnya mengizinkannya setelah Khaitsamah berkata sambil menangis, " Wahai Rasulullah, aku sekali terjun dalam perang Badar. Lantaran inginnya aku harus mengadakan undian dengan anakku. Tetapi itu dimenangkannya sehingga dia yang mendapat mati syahid. Kelmarin aku bermimpi di mana di dalamnya anakku itu berkata kepadaku, "Engkau harus menemani kami di syurga, dan aku telah menerima janji Allah. Wahai Rasulullah, demi Allah aku rindu untuk menemaninya di syurga. Usiaku telah lanjut dan aku ingin berjumpa dengan Tuhanku."

Setelah diizinkan Rasulullah, Khaitsamah bertempur hingga mati syahid dan berjumpa dengan anaknya di syurga.

Kamis, 17 November 2011

Amal Yang Disukai Allah


Amal yang disukai Allah amat banyak jumlahnya. Tetapi yang sering kita lupakan adalah menyesali kesalahan. Ternyata menyesali kesalahan itu termasuk amal yang disukai Allah. Sebab, manusia itu berkemungkinan untuk menempuh hidup yang benar apabila bersedia melakukan perbaikan terus-menerus.

Dalam bahasa Al-Qur’an, menyesali atas kesalahan itu bisa disebut sebagai istighfar. Istighfar ini disinggung dalam beberapa bentuk, adakalanya sebagai perintah, adakalanya berupa pernyataan bahwa Allah bersedia memberi ampunan terhadap dosa hambanya yang memohon ampun.

Inti istighfar adalah bermunajat (berdoa) memohon ampunan Allah. Diriwayatkan, bahwa Lukman al-Hakim berkata kepada anaknya: “Wahai putraku, biasakanlah lisanmu mengucap : Ya Allah, ampunilah aku.”

Seorang alama sufi, Hasan al-Basri berkata, “Perbanyaklah istighfar di rumahmu, baik ketika di ruang makan, di tengah perjalanan, di pasar, di tempat kerja, di pertemuan-pertemuan, dan di mana pun kita berada saat itu. Sebab, engkau tidak akan tahu di tempat manakah turunnya maghfirah (ampunan) Tuhanmu.”

Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku selalu memohon ampunan kepada Allah sehari semalam lebih dari tujuh puluh kali.” (Shahih Bukhori).

Hubungan terdekat yang hampir sama pengertiannya dengan istighfar ialah taubat. Taubat artinya kembali ke jalan Allah setelah mendurhakainya. Taubat tidak hanya cukup membaca kalimat istighfar, tetapi harus diikuti oleh perubahan untuk kembali ke ketentuan islam. Bila pelanggaran itu menyangkut hak Allah, maka taubatnya adalah menyesali dosa-dosa yang diperbuat dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi.

Sedangkan apabila dosanya berhubungan dengan hak sesama, maka ia harus membereskan dulu hubungannya itu dengan memohon kerelaannya, kemudian menyesali perbuatan tersebut di hadapan Tuhan. Taubat harus diiringi dengan rasa penyesalan sebagaimana sabda Nabi SAW, “Penyesalan adalah inti taubat.” (HR.Imam Ahmad).

Baik istighfar maupun taubat adalah bagian dari amalan yang sangat disukai Allah SWT. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah itu sangat senang dengan taubatnya seorang hamba ketika ia bertaubat kepada-Nya, melebihi suka cita seseorang di antara kamu yang mengendarai ontanya lari meninggalkannya, di mana semua perbekalan makan dan minum berada di atas punggung onta. Maka ia berputus asa menerima musibah itu. Lalu ia pergi kesuatu pohon dan beristirahat di bawah keteduhannya. Pada kondisi demikian itu tiba-tiba ontanya sudah berdiri di sampingnya.” (HR.Bukhori Muslim).

referensi gambar :
http://1.bp.blogspot.com
http://3.bp.blogspot.com
http://4.bp.blogspot.com


Umur Panjang

ALLAH mempergantikan siang dan malam. Sungguh pada yang demikian itu terdapat pelajaran besar bagi yang mempunyai penglihatan. (Q.S.An-Nur :44).
Tak diragukan lagi bahwa manusia dengan fitrahnya senang akan usia panjang. Kalau bisa, bahkan ingin hidup selama-lamanya. Tetapi sering kali kematian datang mendadak tanpa kita ketahui. Tidak hanya terhadap orang tua, tetapi juga sering terhadap pemuda yang sedang tumbuh atau bahkan terhadap seorang anak yang sedang lucu-lucunya. Seringkali kematian juga datang kepada mereka yang lagi mendapat proyek, yang pekerjaannya sedang menumpuk, yang programnya belum diselesaikan, dan sedang bersenang-senang dengan kekayaan atau kekuasaannya. Bahkan kematian juga datang kepada si miskin yang belum sempat menikmati hidup. Ajal kematian memang tidak kenal kompromi. Tetapi ketika ditanya tentang manusia yang paling baik, Rasulullah menjawab : “sebaik-baiknya manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amal perbuatannya.” (HR.Tirmidzi).
Kebalikannya (mafhum mukholafahnya), manusia terburuk adalah yang panjang usianya dan jelek amal perbuatannya. Jadi yang terpenting adalah bagaimana membuat usia hidup itu bermakna dan berkualitas. Di sinilah manusia diberi kebebasan, sebagaimana sabda Nabi saw. : “Hiduplah semaumu, kamu pasti akan mati. Cintailah siapa saja yang kamu suka, kamu sendiri akan menjauhinya. Berbuatlah sekehendakmu, kamu pasti akan mendapatkan balasannya dan kamu sendiri yang bertanggung jawab.” (HR.Tabrani).
Nabi menyerukan kebebasan, tetapi sekaligus mengingatkan tentang balasan dan tanggung jawab pada lembaran sejarah hidup. Jangan sampai berumur panjang hanya berarti hitungan demi tahun, sementara sejarah hidupnya kosong sama sekali dari catatan amal perbuatan yang bersumber iman dan takwa.
Seperti dinyatakan Nabi SAW : Harga atau kedudukan seseorang tergantung amal dan ketakwaannya. Seperti mendorong sebanyak mungkin budaya hidup ke arah kebaikan, menolong sesama dari kesengsaraan, mengangkat atau membebaskan orang dari penganiayaan, membela suatu kebenaran dan keadilan, ikhlas dan tekun dalam bekerja serta perbuatan lain yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.
Apabila umur manusia itu terbatas, bagaimana akan dapat memanjangkan usianya?
Tentu hanya dengan memperbanyak amal ibadah kepada Allah serta berbuat baik kepada sesama makhluk. Di sinilah, maka siapa saja yang diberkahi umurnya, apakah panjang atau pendek, ia akan mendapat karunia Allah yang tak dapat dibayangkan kenikmatannya dan jasanya akan dikenang sepanjang masa.
Wallahu'alam bisshawab.....