Amal yang disukai Allah amat banyak jumlahnya. Tetapi yang sering kita lupakan adalah menyesali kesalahan. Ternyata menyesali kesalahan itu termasuk amal yang disukai Allah. Sebab, manusia itu berkemungkinan untuk menempuh hidup yang benar apabila bersedia melakukan perbaikan terus-menerus.
Dalam bahasa Al-Qur’an, menyesali atas kesalahan itu bisa disebut sebagai istighfar. Istighfar ini disinggung dalam beberapa bentuk, adakalanya sebagai perintah, adakalanya berupa pernyataan bahwa Allah bersedia memberi ampunan terhadap dosa hambanya yang memohon ampun.
Inti istighfar adalah bermunajat (berdoa) memohon ampunan Allah. Diriwayatkan, bahwa Lukman al-Hakim berkata kepada anaknya: “Wahai putraku, biasakanlah lisanmu mengucap : Ya Allah, ampunilah aku.”
Seorang alama sufi, Hasan al-Basri berkata, “Perbanyaklah istighfar di rumahmu, baik ketika di ruang makan, di tengah perjalanan, di pasar, di tempat kerja, di pertemuan-pertemuan, dan di mana pun kita berada saat itu. Sebab, engkau tidak akan tahu di tempat manakah turunnya maghfirah (ampunan) Tuhanmu.”
Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku selalu memohon ampunan kepada Allah sehari semalam lebih dari tujuh puluh kali.” (Shahih Bukhori).
Hubungan terdekat yang hampir sama pengertiannya dengan istighfar ialah taubat. Taubat artinya kembali ke jalan Allah setelah mendurhakainya. Taubat tidak hanya cukup membaca kalimat istighfar, tetapi harus diikuti oleh perubahan untuk kembali ke ketentuan islam. Bila pelanggaran itu menyangkut hak Allah, maka taubatnya adalah menyesali dosa-dosa yang diperbuat dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi.
Sedangkan apabila dosanya berhubungan dengan hak sesama, maka ia harus membereskan dulu hubungannya itu dengan memohon kerelaannya, kemudian menyesali perbuatan tersebut di hadapan Tuhan. Taubat harus diiringi dengan rasa penyesalan sebagaimana sabda Nabi SAW, “Penyesalan adalah inti taubat.” (HR.Imam Ahmad).
Baik istighfar maupun taubat adalah bagian dari amalan yang sangat disukai Allah SWT. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah itu sangat senang dengan taubatnya seorang hamba ketika ia bertaubat kepada-Nya, melebihi suka cita seseorang di antara kamu yang mengendarai ontanya lari meninggalkannya, di mana semua perbekalan makan dan minum berada di atas punggung onta. Maka ia berputus asa menerima musibah itu. Lalu ia pergi kesuatu pohon dan beristirahat di bawah keteduhannya. Pada kondisi demikian itu tiba-tiba ontanya sudah berdiri di sampingnya.” (HR.Bukhori Muslim).
referensi gambar :
http://1.bp.blogspot.com
http://3.bp.blogspot.com
http://4.bp.blogspot.com
http://3.bp.blogspot.com
http://4.bp.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar